Rabu, 11 September 2024

Pengalaman adalah Guru Terbaik




Merasakan apa yang dirasakan oleh para penyintas schizophrenia merupakan anugrah bagi aku pribadi. Dua hari di Lhokseumawe dan enam hari di Medan, sudah cukup bagiku merasakan bagaimana rasanya halusinasi. 

Alhamdulillah, aku cepat mendapatkan penanganan profesional (psikiater) aku minum obat untuk menetralisir pikiran yang terlalu aktif sehingga aku tidak bisa tidur. 

Sewaktu pertama minum obat nyaris satu hari satu malam aku bangun. Sewaktu sebelum minum obat aku aktif berbicara apapun yang ada dipikiranku, aku berjalan terus tanpa tujuan dan tidak memikirkan anak. 

Alhamdulillah, saat ini aku ingin membagikan pengalaman yang pernah aku alami bagi teman-teman mana tau ada yang membutuhkan. 

Aku adalah anak kedua dari lima bersaudara yang semuanya anak perempuan. Alhamdulillah kami sekeluarga hidup berkecukupan, meskipun tidak berlebihan semua kebutuhan tercukupi oleh orang tua. 

Dalam pergaulan sejak kecil aku senang bergaul dengan anak laki-laki daripada perempuan karena menurut ku laki-laki ga ribet dan ga baperan beda dengan anak perempuan. 

Namun, meskipun temanku kebanyakan laki-laki aku tidak pernah pacaran hingga akhirnya tepat diusia 23 ada yang suka dengan aku aku pun suka, akhirnya setelah sering berinteraksi lewat media komunikasi HP aku minta untuk menikah, namun karena alasan belum bekerja dia tidak mau menikah. 

Nah, hal ini membuat aku kecewa luar biasa. Awalnya aku kira itu hanya cinta monyet ternyata tidak. Ini adalah penyebab pertama aku depresi. 

Singkat cerita setelah berkenalan dengan beberapa orang untuk menikah aku diperkenalkan teman dengan suamiku saat ini yang seorang anak tunggal. Nah, penting untuk teman-teman ketahui kepemilikan orang tua yang memiliki anak tunggal itu sangat kuat sekali. Tidak jarang kehadiran seorang istri akan menjadi bumerang bagi mertua, karena merasa anak satu-satunya diambil orang. 

Disini kerjasama seorang suami harus benar-benar ektra untuk menjaga kestabilan emosi baik istri maupun ibunya sebagai orang tua tunggal yang tinggal dalam satu atap. Konflik antara menantu dan mertua kadang tak terelakkan ketika mereka tinggal bersama. Namun kadang kondisi membuat kita tidak bisa memilih sehingga tekanan batin hari demi hari makin membuncah. 

Selain faktor mertua, suami juga ambil andil terhadap depresi yang dihadapi seorang istri. Tentunya sebelum menikah seorang istri memiliki banyak rencana dan cita-cita namun karena alasan anak tidak jarang harapan sering kandas ditengah jalan dan itu juga membuat tekanan yang tak terelakkan. Belum lagi alasan lainnya yang membuat hati tidak menerima. 

Sebab-sebabnya bersatu sehingga diibaratkan data sinyal internet pada kabel data, datanya terlalu besar sedangkan kabelnya terlalu kecil sehingga terjadi kemacetan, begitu juga saraf yang ada diotak kita. Kemacetan pada neurotransmitter akan jim ketika kita begitu aktif berfikir dan tidak menerima kenyataan yang ada. 

Akibatnya gangguan tidur atau sering disebut insomia. Setelah itu terjadi jangan segan-segan untuk mencari pertolongan profesional seperti psikiater atau psikolog untuk mendapatkan solusi. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar